Makalah Arthasastra ( Ilmu Kepemimpinan )


Daftar isi

Kata pengantar                                                                                           1
Bab I : Pendahuluan                                                                                   2
1.1 Latar belakang                                                                          
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan penulisan
Bab II : Pembahasan
2.1 Pengertian Arthasastra                                                               3
2.2 Tujuan pengajaran Arthasastra ( kepemimpinan)                       3
2.3 Syarat-syarat dan sifat-sifat kepemimpinan                               5
2.4 Asas-asas dasar kepemimpinan menurut ajaran Agama Hindu 8
2.5 Kewajiban seorang Pemimpin                                                     10

Bab III : Penutup

3.1 Kesimpulan                                                                                 13
3.2 Saran- saran                                                                                14







Kata Pengantar

          
OM SWASTYASTU

            Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas asung kerta wara nugraha-Nyalah, kami dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan tepat waktu dan tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu Guru pengajar dan semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan karya ilmiah ini dari dukungan ide,materi, dan motivasi.
Karya ilmiah ini dibuat dalam rangka melengkapi tugas keterampilan sebagai nilai dari mata pelajaran Agama Hindu bab Upaveda pembahasan tentang Arthasastra. Karya ilmiah ini membahas tentang ajaran-ajaran kepemimpinan.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini kami menyadari bahwa banyak kekurangan yang disebabkan karna keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi para pembacanya.


Om Santih Santih Santih Om









BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

            Di zaman modern ini kekuasaan adalah segalanya. Demi memperoleh kekuasaan tersebut tak sedikit yang menjadikan dirinya sebagai pemimpin. Mereka terobsesi untuk menjadi pemimpin. Tak peduli dengan realita mampukah mereka menjadi pemimpin yang baik. Tak salah jika melihat bibit-bibit pemimpin yang tak baik ini akan menjadi suatu kemunduran kualitas dari pemimpin itu sendiri. Tak hanya itu, ini akan menjadi suatu dorongan untuk memicu kemunduran-kemunduran yang lainnya.
            Melihat realita ini kami mencoba untuk mengkaji dan menggali ilmu kepemimpinan Hindu (Nitisastra) sebagai suatu perbandingan, tolak ukur, acuan untuk menjadi seorang pemimpin yang berintegritas tinggi, baik untuk diri sendiri ,keluarga, lingkungan yang dipimpin, serta baik dimata Tuhan. Ilmu-ilmu kepemimpinan ini hendaknya dipelajari, dipahami,dipraktekkan oleh calon-calon pemimpin agar terbentuk pemimpin yang benar-benar berkualitas dari kulit maupun isinya.
            Dari uraian diatas maka kami mengangkat tema kepemimpinan Hindu ( Nitisastra )  atau Arthasastra dalam karya ilmiah ini.


1.2 Rumusan Masalah

Ø  Apa yang dimaksud dengan Arthasastra ?
Ø  Apa syarat-syarat dan sifat-sifat kepemimpinan ?
Ø  Apa asas-asas dasar kepemimpinan menurut ajaran Agama Hindu ?
Ø  Apa saja kewajiban seorang Pemimpin ?
Ø  Apa tujuan pengajaran Arthasastra ( kepemimpinan) sebagai tuntunan hidup manusia secara pribadi dan dalam bernegara?


1.3 Tujuan Penulisan
Ø  Mengetahui apa yang dimaksud dengan Arthasastra.
Ø  Memahami tujuan pengajaran Arthasastra sebagai tuntunan hidup manusia dalam bernegara maupun secara pribadi.
Ø  Mengetahui syarat-syarat dan sifat-sifat kepemimpinan yang harus dimiliki seorang pemimpin .
Ø  Memahami asas-asas dasar kepemimpinan menurut ajaran Agama Hindu
Ø  Mengetahui apa saja kewajiban seorang Pemimpin







BAB II
Pembahasan

2.1 Pengertian Arthasastra
          
            Arthasastra merupakan salah satu bagian dari kitab Upaveda. Arthaśāstra adalah ilmu tentang politik atau ilmu tentang pemerintahan. Dasar-dasar ajaran Arthaśāstra terdapat dihampir semua bagian kitab sastra dan Veda. Di dalam Rgveda maupun Yajurveda terdapat pula pokok-pokok pemikiran mengenai Arthaśāstra. Penjelasan lebih lengkap dapat ditemukan dalam kitab Itihāsa dan Purāna. Kitab Mahābhārata dan Rāmāyana boleh dikatakan memuat pokok-pokok ajaran Arthaśāstra dengan nama Rājadharma. Mulai pada abad ke VI SM., bentuk naskah Arthaśāstra mulai memperlihatkan bentuknya yang lemgkap dan sempurna setelah Dharmaśāstra meletakkan pokok-pokok pikiran mengenai Arthaśāstra itu.
Kitab Arthasastra ditulis oleh Kautilya atau Rsi Chanakya saat mana keadaan politik di negeri India kacau, para pejabat atau bangsawan sibuk berpesta pora, negara tidak terurus, korupsi merajalela di sana-sini, yang menjadi korban adalah rakyat, rakyat dibebani berbagaimacam pajak dan iuran atau pungutan yang tidak perlu. Terlebih lagi India saat itumengalami ancaman ekspedisi militer dari Kaisar Alexander Yang Agung raja Yunani. Sebagai seorang yang terpelajar, cerdas dan perduli dengan keadaan rakyat Kautilyamemberikan kritik pada kekuasaan saat itu, namun penguasa saat itu menghinanya.
                      
2.2 Tujuan Pengajaran Arthasastra (kepemimpinan)

Agama hindu bertujuan untuk mencapai kesejahteraan hidup jasmani dan kebahagiaan hidup rohani seluruh umatnya. Hal ini tertuang dalam berbagai sastra-sastranya yang dirumuskan dengan sloka “moksartham jagad hitaya ca iti dharma dan catur purusartha”. Untuk mewujudkan tujuan tersebut umat manusia menyadari dirinya tidak akan mampu mencapainya seorang diri. Mengingat kemampuan manusia sangat terbatas bila dibandingkan dengan kemampuan Sang Pencipta, untuk itu manusia hendaknya mengadakan kerjasama diantara sesamanya. Tujuan agama dan tujuan hidup manusia hendaknya ditata untuk dapat diwujudkan secara permanen dan berkesinambungan adanya. Manusia dalam mewujudkan tujuan atau cita-citanya itu hendaknya memiliki kerjasama yang permanen juga. Ajaran agama Hindu berorientasi pada kehidupan Bhuana alit dan Bhuana agung, yang juga memandang bahwa kehidupan bernegara sebagai suatu masalah yang sangat penting dan sangat mendasar. Nitisastra merupakan cabang ilmu pengetahuan yang bersumber pada ajaran agama Hindu yang secara khusus membahas tentansg kehidupan bernegara. Konsep-konsep mengenai kehidupan bernegara, baik yang berhubungan dengan bentuk Negara, tujuan Negara, maupaun kedaulatan Negara, tertera dalam kitab Nitisastra sebagai berikut.
“Ring janmadhika merta citta reseping sarwa prajangenaka, ring stri-madya manuhara priya wuwustangde manah kung lulut, yan rin maohyani sang panandita mucap tatwopadeca prihen, yan ring madhyanikang musuh mucapaken wak-cura singhakreti.”
                                                                                                            (Nitisastra, 1.4)
Artinya :
            Oranng yang terkemuka (pemimpin) harus bisa mengambil hati dan menyenangkan hati orang, jika berkumpul dengan wanita, harus dapat mempergunakan perkataan-perkataan manis yang menimbulkan rasa cinta, jika berkumpul dengan pendeta harus dapat membicarakan pelajaran-pelajaran yang baik, jika berhadapan dengan musuh harus cepat mengucapkan kata-kata yang menunjukan keberanian-nya seperti seekor singa.
            Selanjutnya dalam kitab Manawa Dharmasastra disebutkan sebagai berikut:
“Yajeta raja kratubhir wiwidairappta daksinaih, dharmartham caiwa wiprebhyodadya bhoganohanani ca.”
                                                                                    (Manawa Dharmasastra VII. 79)
Artinya :
            Raja akan melakukan upacara Srauta Yajnya, dengan daksina yang sepantasnya agar memperoleh kebajiakan, ia akan member para brahmana kesenangan dan kebahagian.

            Dengan memperhatikan kedua sloka diatas, maka dapat dikemukakan bahwa hendaknnya seorang pemimpin selalu mengupayakan kehidupan bangsa dan negaranya yang damai dan sejahtera. Dengan demikian maka segala sesuatu yang menjadi tujuan bangsa dan negaranya akan dapat tercapai. Umat Hindu sebagai bagian dari umat manusia hendaknya merasa berkewajiban untuk ikut mengupayakan  terwujudnya tujuan Negara tersebut. Untuk mencapai tujuan itu dengan cepat dan mantap, maka pengajaran ilmu kepemimpinan dipandang perlu adanya.
Tujuan pengajaran ilmu kepemimpinan itu adalah sebagai berikut;
1.      Untuk mengenal, mengerti, dan memahami tata susunan masyarakat Hindu pada umumnya dan tata Negara Hindu pada khususnya sejak dari zaman Hindu di India sampai masuknya ke Indonesia guna dapat dipakai pedoman dalam pengembangan ajaran agama Hindu selanjutnya.
2.      Menggali nilai-nilai kristalisasi yang terdapat dalam Negara-negara Hindu untuk dikaji kembali. Nilai-nilai yang masih cocok untuk diterapkan dengan kondisi dan situasi sekarang serta masa depan, dalam membina umat Hindu menjadi umat yang taat melaksanakan dharma Negara dan dharma agama pada khususnya.
3.      Untuk menanamkan rasa percaya diri kepada setiap umat, bahwa setiap pribadi sesunggguhnya juga adalah sebagai seorang pemimpin. Dalam hal ini manusia hendaknya menyadari bahwa sesungguhnya dirinya terdiri dari Panca Karmendriya dan Panca Bhudindriya. Disamping Dasendriya, manusia juga memiliki Rajendriya, yaitu manah atau pikiran yang terletak di otak. Indria-indria yang ada pada diri manusia hendaknya ada yang memimpin sehingga terjadi interkasi diantaranya dan gerakannya pun menjadi harmonis. Sesungguhnya setiap orang / pribadi adalah pemimpin, paling tidak adalah pemimpin bagi dirinya sendiri. Kitab Manawa Dharmasastra menyebutkan sebagai berikut :

”Sweswe dharme niwistanam sarwesamapurawacah, warnanamacramanamca raja srsto bhiraksita”.
(Manawa Dharmasastra, VII.35)

Artinya :
            Raja telah  diciptakan untuk melindungi warna dan aturannya yang semua menuntut tingkat kedudukan mereka melaksanakan tugas-tugas dan kewajiban mereka.

4.      Untuk dapat mengetahui perbedaan pemimpin dan kepemimpinan, tugas dan wewenangnya serta persyaratan yang mesti dipenuhi untuk menjadi pemimpin.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemimpin dan kepemimpinan itu dimanapun juga dan kapanpun juga selalu diperlukan. Khususnya pada zaman modern, sekarang, dan dimasa masa mendatang. Selanjutnya disebutkan bahwa pemimpin itu terjadi diakibatkan oleh tiga penyebab , seperti berikut ini :
a.       Berdasarkan genetis disebut dengan teori genetis, yang menyatakan bahwa pemimpin itu tidak dibuat , akan tetapi lahir menjadi pemimpin oleh bakat-bakat alami yang luar biasa sejak lahirnya.
b.      Berdasarkan kondisi sosial yang juga dikenal dengan teori sosial, menyatakan bahwa pemimpin itu harus disiapkan, dididik, dan dibentuk , serta tidak dilahirkan begitu saja.
c.       Berdasarkan ekologis atau sintetis yang juga dikenal dengan teori ekologis atau sintetis, menyatakan bahwa seorang akan sukses menjadi pemimpin bila sejak lahirnya ia telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan dan dikembangkan melalui pengalaman , dan usaha pendidikan , juga sesuai dengan tuntutan lingkungan dan ekologisnya.

2.3 Syarat- syarat dan sifat-sifat Kepemimpinan
1.      Syarat- syarat kepemimpinan
Konsep mengenai persyaratan kepemimpinan selalu dhubungkan dengan tiga hal penting yang meliputi kekuasaan, kewibawaan, dan kemampuan. Kekuasaan ialah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan wewenang kepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakan bawahan untuk berbuat sesuatu. Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan, sehingga orang mampu membawahi atau mengatur orang lain sehingga orang tersebut patuh pada pemimpin , dan bersedia melakukan perbuatan perbuatan tertentu. Kemampuan ialah segala daya , kesanggupan , kekuatan, dan kecakapan atau keterampilan teknis dan sosial yang dianggap yang melebihi anggota biasa. Ketiga unsur diatas merupakan suatu kelebihan yang harus dimiliki oleh setiap individu yang menjadi pemimpin. Kelebihan-kelebihan yang dimaksud antara lain :
a.       Kelebihan dalam menggunakan rasio atau pikiran
b.      Kelebihan dalam rohaniah
c.       Kelebihan dalam badaniah
Disamping kelebihan – kelebihan tersebut , seorang pemimpin juga harus memiliki dan memenuhi syarat-syarat intelektual , karakter, rasa tanggung jawab, kesiap siagaan yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a.       Intelegensi , ialah kemampuan dalam mengobservasi pengetahuan dalam menghadapi situasi baru, melihat hubungan antara kenyataan antara situasi baru. Dengan intelegensi yang tinggi memungkinkan sesorang pemimpin untuk mengambil keputan secara tepat dan cepat.
b.      Karakter , ialah sifat-sifat kepribadian yang berhubungan nilai-nalai. Karakter meliputi semua gejala pada sesorang yang dilihat dari kesungguhan, kejujuran , dan kepercayaannya.
c.       Kesiapsiagaan, ialah selalu awas dan waspada terhadap segala kemungkinan yang terjadi dengan memelihara fisik dan mempertinggi kesadaran jiwa.
d.      Satya, ialah kesetiaan, kesetiaan merupakan kode etik dari semua umat hindu. Hal ini ditegaskan dengan kata-kata seperti “ Satya mukhyaning dharma”, artinya adalah puncaknya agama.
Satya atau kesetian itu dapat dibagi menjadi lima ( panca satya) :
1.      Satya Hrdaya , jujur terhadap diri sendiri
2.      Satya wecana , setia terhadap perkataan atau ucapan.
3.      Satya mitra, setia terhadap sahabat walau mendapat kedudukan yang baik.
4.      Satya semaya , setia kepada janji, dan harus konsekwen, menepati atau memenuhi segala janji yang pernah diucapkan.
5.      Satya laksana , jujur dalam perbuatan

2. Sifat-sifat Kepemimpinan
Upaya untuk menilai sukses atau gagalnya pemimpin itu, antara lain dilakukan dengan mengamati dan mencatat sifat-sifat dan kualitas/mutu perilakunya yang dipakai sebagai kriteria menilai kepemimpinannya. Pada umunya sifat-sifat baik yang harus dimiliki setiap orang untuk dapat berhasil dalam melaksanakan kepemimpinannya, adalah sebagai berikut.
a.       Memiliki energi jasmaniah dan mental yang berbeda
b.      Kesadaran akan tujuan dan arah
c.       Atusiasme (semangat, kegairahan, kegembiraan yang besar)
d.      Keramahan dan kecintaan (friendliness and affection)
e.       Integritas (keutuhan,kejujuran,dan ketulusan hati)
f.       Penguasaan teknis
g.      Ketegasan dalam mengambil keputusan
h.      Kecerdasan
i.        Keterampilan mengajar
j.        Kepercayaan
Dalam sastra-satra agama Hindu juga disebutkan tenttang sifat-sifat baik seorang pemimpin guna memimpin masyarakatnya sebagai berikut.
            “ Indranilayamarkanam agnecca warunasya ca, candrawiiechayocchaiwa matra nirhrtya cacwatih.” ( Manawa Dharmasastra, VII,4)
Artinya :
            Untuk memenuhi maksud tujuan itu (Raja) harus memiliki sifat-sifat partikel yang kekal dari para Dewa Indra, Wayu, Yama, Surya, Agni, Waruna, Candra, dan Kubera.

Sifat-sifat pemimpin (raja) yang terdapat dalam sloka ini merupakan simbol sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin, yang dikenal dengan nama “astabratha”. Tingkah laku pemimpin harus memiliki persamaan dengan sifat hakikat Dewa Indra, Dewa Wayu, Dewa Yama, Dewa Surya, Dewa Agni, Dewa Waruna, Dewa Chandra, dan Dewa Kubera. Dalam hal keberanian,mendengar dan mengetahui seluruh rakyat, ditakuti oleh lawan, menghidupi alam semesta, membakar lawan dan dosa, menyenangkan, sumber bagi semua pujaan dan dermawan. Kesemuanya itu merupakan prabhawa daripada pemimpin. Selanjutnya disebabkan juga sebagai berikut;
            “Yusmadesam surendranam matrabhyo nirmito nrpah, asmadbhi bhawatyesa sarwabhutani tejasa.” (Manawa Dharmasastra, VII,5)
Artinnya :
            Karena pemimpin (raja) memiliki sifat-sifat Dewata dari dewa-dewa,karena itu pula sifatnya melebihi kecermelangan makhluk-makhluk lainnya.
            Seorang pemimpin belajar hendaknya memiliki sifat cemerlang atau sinar cahaya. Kecermelangan merupakan terjemahan dari kata tejasa yang dimaksudkan sebagai simbolis kebajikan dan kekuasaan atau “wirya”. Kebajikan dan kekuasaan atau wirya yang memiliki oleh seorang pemimpin itu hendaknya melebihi anggota masyarakat lainnya yang dipimpinnya. Kitab Niticastra menyebutkan sebagai berikut;
            “ Pathya tigolahen ika ampatih wicesa lengkep wruhing guna samata lawan kacuran, dharmathakama kawenang ya kanicccayen twas, yan nirguneku tilaren pwa tekap narendra” . (Niticastra, XV.11)


Artinya :
            Tiga macam sifat yang pantas menjadi tabat raja (pemimpin) besar yaitu dia harus tahu mana-mana yang berguna, dia harus gagah berani, dan mempunyai keyakinan dapat mencapai sesuatu yang halal, berguna dan layak, apa yang tiada berguan harus ditinggalkan oleh pemimpin.
Demikianlah sifat-sifat yang dipandang baik dan patut dimiliki oleh setiap orang yang menjadikan dirinya sebagai seorang pemimpin suatu masyarakat atau bangsa. Dengan sifat-sifat tersebut yang bersangkutan diharapkan nmampu menjadi sosok pemimpin yang baik.
Berdasarkan teori Hindu Kuno, yang ditulis dalam kitab atau buku “Substance of Hindu Polity” oleh Chandra Prakash Bhambari menyatakan, bahwa suksesnya seorang pe         mimpin menurut pandangan Hindu adalah apabila seorang memiliki sifat-sifat sebagai berikut.
1.      Abhicanika, yaitu seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat yang mampu menarik perhatian positif dari rakyatnya.
2.      Prajna, yaitu seorang pemimpin harus bersikap bijaksana.
3.      Utsaha, yaitu seorang pemimpin hendaknya bersifat berdaya kreatif yang benar.
4.      Atma Sampad, yaitu seoran pemimpin hendaknya bersifat moral dan luhur.
5.      Sakya Samanta, yaitu seorang pemimpin harus memiliki sifat suka mengontrol bawahannya dan sekaligus memperbaiki hal-hal yang dianggap kurang baik
6.      Aksudra Pariksata, yaitu seorang pemimpin hendaknya bersifat mampu memimpin sidang para menterinya dan dapat menarik kesimpulan yang bijaksana sehingga dapat diterima oleh pihak-pihak yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda.
Dalam buku Tata Negara Majapahit karya Prof.M.Yamin pada Parwa III  disebutkan tentang sifat-sifat pemimpin yang utama, sebagai berikut.
1.  Jnana Wisesa Sudra, yaitu memiliki pengetahuan yang luhur dan suci.
2. Kaprahitaning Praja, yaitu seorang pemimpin harus menunjukkan sifat belas    kasihan  kepada  rakyat
3.  Kawiryan, yaitu seorang pemimpin hendaknya berwatak pemberani.
4. Wibawa, yaitu seorang pemimpin harus berwibawa terhadap bawahan dan rakyatnya




2.4 Asas-Asas Dasar Kepemimpinan Menurut Ajaran Agama Hindu

            1. Upaya Guna
Di dalam lontar Raja Pati Gondala dijelaskan bahwa seorang pemimpin harus bersahabat dengan para pemimpin dan masyarakat yang lainnya. Ada 6 macam sifat bersahabat yang harus dikembangkan oleh seorang pemimpin, sebagai dasar yang baik dan utama dalam kepemimpinannya, yaitu sebagai berikut :
a. Siddhi , yaitu kemampuan untuk mengadakan persahabatan
b. Wigrha ,  yaitu kemampuan untuk memisahkan setiap permasalahan atau persoalan serta dapat mempertahankan hubungan baik
c. Wibawa, yaitu memiliki keiwibawaan
d. Winarya, yaitu cakap dalam memimpin
e. Gasraya, yaitu kemampuan untuk menghadapi lawan yang kuat
f. Sthanna, yaitu dapat mempertahankan setiap hubungan yang baik

Demikian pula pada sumber yang sama disebutkan adanya 10 hal yang dijadikan sahabat oleh seorang pemimpin, antara lain sebagai berikut.
a. Satya, yaitu kejujuran
b. Arya, yaitu orang besar
c. Dharma, yaitu kebajikan
d. Asurya, yaitu orang yang dapat mengalahkan musuh
e. Mantri, yaitu orang yang dapat mengalahkan kesusahan
f. Salyatawan, yaitu orang yang banyak sahabatnya
g. Bali, yaitu orang yang kuat dan sakti
h. Keparamarthan, yaitu orang yang melaksanakan ilmu kerohanian
i. Kadiran, yaitu orang yang tetap pendiriannya
j. Guna, yaitu orang yang banyak ilmu dan pandai

2. Catur Paramita
            Dalam hubungannya dengan dunia luar yang berhubungan dengan daerah atau tempat bertugas, seorang pemimpin harus melengkapi dirinya dengan ajaran Catur Paramita, yaitu empat sifat dan sikap yang utama bagi pemimpin, yang terdiri dari berikut ini.
a. Maetri, artinya seorang pemimpin harus dapat memandang orang lain sebagai karib,baik dilihat dari kedudukan sebagai insan hamba Tuhan maupun dari tujuan hidupnya.
b. Karuna, artinya pemimpin harus dapat memberikan bantuann kepada orang yang memerlukan bantuan.
c. Upeksa, artinya pemimpin tidak boleh terlalu memperhatikan ocehan orang lain, seperti tidak mudah dipengaruhi, dihasut dan diadu domba.
d. Mudita, artinya pemimpin harus selalu berusaha untuk mendapatkan simpati orang lain.

3. Panca Stiti Dharmaning Prabhu
            Ajaran ini diwejangkan oleh Arjuna Sastrabahu, bahwa seorang pemimpin hendaknya menunjukkan sifat dan keteladan kepada bawahan yang dipimpinnya.
Panca stiti dharmaning prabhu adalah 5  macam sifat dan sikap tauladan yang harus dipedomi oleh seorang pemimpin dalam memimpin bawahannya. Sifat dan sikap yang dimaksud antara lain, sebagai berikut.
a. Ing Ngarsa Asung Tulada, didepan bawahan atau masyarakat seorang pemimpin harus memberikan contoh untuk melakukan perbuatan yang baik, memberikan semangat pengabdian yang tinggi dan luhur untuk kepentingan bangsa dan agama.
b. Ing Madya Mangun Karsa, artinya di tenga-tengah masyarakat atau bawahannya seorang pemimpin hendaknya mampu mengembangkan dan membangkitkan semangat kreativitas untuk mencapai kemajuan bersama.
c. Tut Wuri Andayani, artinya seorang pemimpin hendaknya mampu memberikan dorongan semangat, kebebabsan berkreativitas dan mengembangkan ide-ide bawahan atau masyarakat yang dipimpinnya sepanjang bersifat positif, dengan demikian masyarkat yang dipimpinnya akan mengalami kemajuan yang sempurna.
d. Maju tanpa bala, artinya seorang pemimpin harus berani maju kedepan walaupun tanpa anak buah, bahkan berani berkorban demi kepentingan bawahannya
e. Sakti tanpa aji, artinya seorang pemimpin yang berhasil dalam melaksanakan tugas, ia tidak mau terlalu dipuji-puji dan disanjung-sanjung.

2.5 Kewajiban-kewajiban Seorang Pemimpin

Pada hakikatnya kewajiban pemimpin itu adalah mempengaruhi orang-orang yang ada di sektarnya, agar orang-orang itu suka diantarkan ke satu tujuan tertentu. Secara umum kewajiban seorang pemimpim (Svamin) menurut sastra agama Hindu dapat disebutkan, sebagai berikut.

1. Melindungi negara
Kewajiban utama seorang peminpin adalah melindungi seluruh wilayah dan rakyatnya (janapada). Oleh karena itu peminpin harus selalu aktif dan meyelesaikan kewajibannya. Kesejahteraan merupakan tujuan utama yang harus dilaksanakan oleh seorang pemimpin, sedangakan kejahatan adalah sebaliknya. Warga masyarakat (loka) yang terdiri dari empat warna (catur warna), seperti Brahmana, Ksatrya, Wesya, dan Sudra, serta catur asrama yang terdiri dari Brahmacari, Grahasta, Wanaprasta, dan Biksuka, merupakan tugas pemimpin untuk melindungi aktivitas dan pekerjaan mereka.
2. Memelihara kepatuhan kepada aturan Dharma
Jika pemipin telah melindungi rakyatnya dengan adil, maka akan tercipta kedamaian. Namun, jika pemimpin melalaikan kewajibannya dan melanggar aturan masyarakat, maka negara dan pemimpinnya akan mengalami bencana. Melalui ketaklukannya kepada pemimpin, semua ciptaan baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak memperoleh kesempatan untuk menikmati kesenangnnya sepanjang tidak menyimpang dari kewajibannya. Kewajiban dari pemimpin adalah memelihara peraturan-peraturan yang terdapat dalam berbagai kebiasaan dari masyarakat yang dipimpinnya.
3. Menjaga Stabilitas Perdamaian Dunia dengan Konsep Mandala
Wilayah negara disusun berdasarkan konsep mandala. Dalam konsepsi Hindu, perdamaian lebih berharga daripada peperangan sehingga dalam ajaran mandala tersebut secara langsung mensyaratkan betapa pentingnya perimbsngsn kekuatan (balancing of power) di dalam menjaga perdamaian. Dengan konsep mandala negara yang dipimpinnya akan hidup damai berdampingan dengan harmonis. Adapun konsep Mandala atau Cakra (lingkaran), yang dimaksud sebagi berikut:
            a. Vijigisu, negara yang bersangkutan diletakkan di posisi center(pusat)
            b. Ari, negara yang paling dekat sebagai lawan
            c. Mitra, negara sahabat yang paling dekat
            d. Ari Mitra, adalah sekutu dari negara lawan
            e. Mitra-mitra, negara sekutu dari sekutu Vijigisu
            f. Arimitramitra, negara lawan dari sekutu-sekutu kita
            g. Parsnigraha, negara lawan yang dibelakang
            h. Akaranda, negara sekutu yang dibelakang
            i. Parsnigrahasara, negara sekutu dari sekutu yang dibelakang
            j. Akrandasara, negara sekutu dari lawan yang dibelakang
            k. Madhyama : negara netral
            l. Udasina : negara yang diabaikan
            Kedua belas negara diatas disebut dengan nama Rajaprakrti, selanjutnya dikelompokan menjadi empat mandala, antara lain :
            a. Mandala pertama terdiri dari : vijigusu, mitra, dan mitra-mitra
            b. Mandala kedua terdiri dari : ari, arimitra, dan arimitra-mitra
            c. Mandala ketiga terdiri dari : madhyama, dan sekutunya serta sekutunya
            d. Mandala keempat terdiri dari : udasina, dan sekutunya serta sekutu dari sekutunya

4. Memajukan Kesejahteraan

            Dalam hal kewajiban pemimpin berupaya menyejahterakan masyarakatnya. Pemimpin yang melindungi rakyatnya menerima masing – masing seperenam bagia, jika pemimpin tidak melindungi rakyatnya, ia hanya menerima seperenam juga. Siapapun yang memperoleh pendapatan dari membaca weda, dengan beryajna dengan memberikan hadiah, atau dari menghormati guru dan memuja Tuhan, pemimpin menerima seperenam bagian sebagai hasil dari kewajibannya melindungi negara. Tetapi jika pemimpin melalaikan kewajibannya melindungi negara, nmun tetap menarik pajak keuntungan, tell, menerima hadiah dan denda, maka setelah mati kelak dia masuk neraka. Kewajiban raja yang lainnya adalah melindungi negara dari berbagai bencana : kebakaran, banjir, penyakit dan sebagainya.
            Selanjutnya dalam lontar Raja Pati Gundala dijelaskan bahwa ada 3 kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seorang pemimpin yang disebut Tri Upaya Sandhi, yang terdiri dari berikut ini.
a)      Rupa, atrinya seorang pemimpin berkewajiban untuk mengamati wajah dari rakyatnya.
b)      Wangsa, artinya suatu suku bangsa.
c)      Guna, artinya seoran pemimpin harus mengetahui tingkat pengertian dan pengetahuan serta keterampilam dari masyarakat yang dipimpinnya.

Dalam lontar Siwa- Budha Gama Tattwa dijelaskan 5 kewajiban pemimpin yang harus dilaksanakan terkait dengan persoalan – persoalan, dalam menghadai musuh – musuhnya antara lain sebagi berikut :
a. Maya, artinya seorang pemimpin harus melakuakan upaya dalam mengumpulkan dataatau permasalahan yang belum jelas duduk permasalahannya.
b. Upeksa, artinya seorang pemimpin hendaknya berupaya untuk mengadakan penelitian dan analisa terhadap semua bahan – bahan berupa data dan informasi untuk dapat meletakkan setiap data dan permasalahan menurut proporsinya.
c. Indrajala, artinya seorang pemimpin hendaknya berupaya mencarikan jalan keluar dalam memecahkan setiap permasalahan yang sedang dihadapi,
d. Wikrama, artinya seorang pemimpin hendaknya berupaya untuk melaksanakan segala upaya yang telah dirumuskan pada tingkat indrajala.
e. Lokika, artinya setiap tindakan yang ditempuh oleh seorang pemimpin harus selalu mendapat pertimbangan – pertimbangan akal sehat dan logis serta dalam bertindak tidak berdasarkan emosi semata – mata.












Bab III
Penutup

3.1 Simpulan

            Arthaśāstra merupakan ilmu tentang politik atau ilmu tentang pemerintahan. Dasar-dasar ajaran Arthaśāstra terdapat dihampir semua bagian kitab sastra dan Veda. Kitab artha sastra ditulis oleh Kautilya atau Rsi Chanakya pada abad ke VI SM saat mana keadaan politik di negeri India kacau, para pejabat atau bangsawan sibuk berpesta pora, negara tidak terurus, korupsi merajalela di sana-sini, yang menjadi korban adalah rakyat, rakyat dibebani berbagaimacam pajak dan iuran atau pungutan yang tidak perlu.
            Tujuan pengajaran Arthasastra ialah untuk mengenal ,mengerti, dan memahami tata susunan masyarakat umum, dapat menggali nilai-nilai kristalisasi yang terdapat dalam ajaran Hindu untuk dikaji kembali, untuk dapat menanamkan

3.2 Saran- saran

            Dengan adanya karya ilmiah ini, kami berharap karya ilmiah mengenai Arthasastra ini  dapat menjadi tolak ukur seseorang dalam menjalani jabatan seorang pemimpin agar dapat mengemban tugas dan wewenang nya dengan baik dan dapat mencapai tujuan kepemimpinan yaitu mencerdaskan masyarakat.

            Demiakanlah yang dapat kami sampaikan menganai salah satu Upaveda yaitu Arthasastra yang merupakan ilmu politik atau ilmu kepemimpinan. Mohon maaf apabila terdapat salah kata atau penulisan. Sekian dan terimakasih.


Comments

Popular posts from this blog

Makalah Dharma Sastra ( Hukum Agama Hindu )

Pupuh Sinom, Ginada, Pucung, Maskumambang, Ginanti, Durma, Pangkur, Semarandana,Mijil, Dangdang Gula